Kata ‘sungguh-sungguh’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti tidak main-main; dengan segenap hati; dengan tekun; benar-benar. Berdoa dengan sungguh-sungguh berarti berdoa dengan tidak main-main, berdoa dengan segenap hati, berdoa dengan tekun dan berdoa benar-benar atau benar-benar berdoa. Kesungguhan berdoa ini, dalam bingkai Yakobus 5: 13- 20 dihubungkan dengan mendoakan orang yang menderita, yang sakit dan yang berbuat dosa. Ini hendak menunjukkan bahwa berdoa di sini bukan untuk diri sendiri atau kepentingan pribadi, tetapi tertuju sepenuhnya pada orang lain, pada sesama kita.

        Dalam hidup sehari-hari perihal doa sungguh-sungguh kurang mendapat perhatian, jika itu berhubungan dengan sesama manusia. Yang selalu mendapat perhatian adalah kesungguhan berdoa dalam hubungan dengan diri sendiri dan hampir semua tentang diri sendiri. Jika menggunakan kata ganti persona/orang pertama ‘ku’, maka yang paling sering mendapat perhatian adalah ‘aku’, ‘keluargaku’, ‘sekolahku’, ‘pekerjaanku’, ‘pelayananku’, melulu aku dan aku. “Untuk ‘aku’, jika perlu saya berikan segala-galanya. Doaku, pikiranku, perasaanku, waktuku, kekuatanku, kekayaanku, kuasaku, pengaruhku dan lainnya, yang penting apa yang kuharapkan tercapai, yang kuinginkan kudapati, yang kubutuhkan terpenuhi.” Inilah gambaran kesungguhan berdoa. Pastinya wajar berdoa demikian. Hampir semua orang di muka bumi ini berdoa sungguh-sungguh untuk dirinya sendiri. Lalu bagaimana kesungguhan berdoa kita untuk orang lain atau sesama kita?

      Perjumpaan antarmanusia dalam era sekarang ini, tidak hanya melalui pertemuan empat mata, enam mata atau lebih, tetapi juga melalui teknologi canggih, melalui dunia maya, atau yang kita kenal sebagai smartphone.  Perjumpaan itu menghadirkan percakapan antarmanusia, termasuk harapan untuk didoakan. Harapan itu disampaikan dengan sungguh, entah melalui sms, wa, line, email, facebook, instagram, dan media sosial lainnya, atau dengan menyampaikannya di group wa atau japri. Lalu, kita sebagai penerima pesan, apakah tanggapan kita, apakah kita juga rela untuk berdoa dan mendoakan saudara atau sesama kita itu?

       Adalah baik bagi kita merenungkan ini. Sebab bisa jadi kita sekarang ini adalah karena Tuhan yang mendengarkan kesungguhan sesama kita untuk mendoakan kita. Penderitaan seperti apa yang pernah kita alami, namun karena kasih karunia Tuhan dan dukungan doa sesama, kita tabah menghadapi bahkan melewatinya? Sakit apa yang pernah menggerogoti tubuh kita, namun karena anugerah Tuhan dan ketekunan doa sesama, kita mengalami pemulihan dan kesembuhan? Penderitaan batin dan sakit hati seperti apa yang pernah kita rasakan akibat perbuatan dosa, namun karena belas kasihan Tuhan dan kesungguhan doa sesama, kita merasakan pengampunan, kelegaan dan penerimaan? 

        Jika kita telah menerima anugerah yang luar biasa itu dari Tuhan dan oleh kasih sesama kita dalam kesungguhan dan ketekunannya berdoa serta pendampingannya bagi kita, apakah kita rela dan bersedia mendoakan seseorang yang menderita, yang sakit dan yang jatuh dalam dosa, serta mendampingi mereka?

Ingatlah satu atau dua nama, yang untuknya atau mereka kita siap berkomitmen mendoakannya dengan sungguh-sungguh, dengan segenap hati kita. Kiranya Tuhan menyendengkan telinga-Nya mendengarkan doa-doa kita untuk sesama.

Amin. TMP