Teks kita Minggu ini berbicara tentang seorang wanita yang menggambarkan kekasihnya sebagai kijang yang melompat-lompat di atas pegunungan dan mencuri-curi pandang padanya. Lalu sang kekasih  berbicara: "Bangunlah manisku, jelitaku, marilah! Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu. Di ladang telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di tanah kita. Pohon ara mulai berbuah, dan bunga pohon anggur semerbak baunya. Bangunlah, manisku, jelitaku, marilah!"

Secara eksplisit Kidung Agung mengekspresikan perayaan cinta antara seorang pria dan seorang wanita, namun sesungguhnya Kidung Agung menggambarkan relasi yang sangat intim antara Allah dan Israel. Sebuah relasi kasih yang penuh gairah, yang ditandai dengan kesetiaan dan mutualitas. Masing-masing saling mencintai dengan kasih yang tulus.

Dalam relasi penuh cinta ini, kita melihat ekspresi cinta yang diungkapkan oleh si wanita, ekspresi sukacita, ekspresi kegairahan ketika melihat kekasihnya (ay.8-9). Ekspresi cinta yang kemudian disambut dengan penuh kemesraan dan kegairahan oleh si pria (ay.10-13). Mereka saling berbagi semangat dan kegairahan satu sama lain.

Dalam Perjanjian Lama  Tuhan sering disebut "suami" dari umat-Nya (Hos.2:16-19). Dalam tradisi Kristen, dipahami sebagai gambaran dari kasih Kristus untuk pengantin-Nya, yaitu Gereja (Why 21: 2,9), atau sebagai lambang pengalaman intim cinta ilahi dalam jiwa individu. Oleh sebab itu, ekspresi cinta dalam bacaan kita merepresentasikan bagaimana relasi Kristus dengan jemaat-Nya, relasi setiap kita dengan Tuhan Yesus.

Demikianlah kiranya relasi kita dengan Tuhan. Sebuah relasi yang memberi gairah hidup, penuh sukacita dan pengharapan. Relasi yang didasarkan pada cinta yang besar, yang tidak pernah pudar.

Selamat… HIDUP BERGAIRAH DALAM TUHAN.

Tuhan Yesus memberkati Saudara. (JWP)