Mazmur 112 adalah salah satu mazmur yang indah. Pasalnya, mazmur ini disusun secara akrostik. Artinya, huruf pertama di setiap alinea diawali dengan urutan abjad Ibrani mulai dari ‘aleph hingga taw yang berjumlah 22 huruf. Tentu saja, kita hanya dapat melihat itu dengan jelas dalam versi Bahasa Ibrani.

Walaupun demikian, bukankah terjemahan Bahasa Indonesianya tak kalah indah? Bahkan kita bisa mengatakan bahwa ini kabar baik! Betapa tidak? Memiliki anak cucu yang perkasa dan diberkati serta kekayaan-kemakmuran-kesejahteraan adalah dambaan orang kebanyakan (mungkin juga kita), bukan? Tetapi jangan terlalu senang dulu. Itu semua adalah kabar baik bagi orang yang takut akan Tuhan! Sebaliknya, itu adalah kabar buruk bagi orang fasik karena yang tersisa baginya hanyalah sakit hati.

Takut akan Tuhan adalah sebuah penghayatan iman yang sering muncul dalam Alkitab kita, tak terkecuali dalam Mazmur. Konsep “takut akan Tuhan” sering diartikan sebagai rasa hormat kepada Tuhan. Pengartian semacam itu digunakan untuk membedakan “takut akan Tuhan” dengan rasa takut yang lain seperti takut pada binatang tertentu, takut pada ketinggian, takut pada kematian dan phobia-phobia yang lain.

Tanpa bermaksud mengabaikan pemahaman semacam itu, mari kita bersama mencari maksud pemazmur tentang “takut akan Tuhan” dalam Mazmur 112 itu sendiri. Ayat 1 memberi petunjuk kepada kita: “Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya”. Bagi pemazmur, orang yang takut akan TUHAN adalah orang yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. Tidak berhenti sampai di situ, ayat-ayat berikutnya memberi petunjuk lanjutan. Orang yang takut akan TUHAN adalah orang yang hidup benar, adil, pengasih dan penyayang (ay. 4); penuh belas kasihan, memberi pinjaman, dan melakukan urusan dengan sewajarnya (ay. 5); percaya penuh pada TUHAN (ay. 7); suka berbagi pada orang miskin (ay. 9).

Alih-alih mengulangi daftar kebahagiaan yang bisa kita dapatkan, mari menghayati sikap hidup yang menunjukkan, bahwa kita adalah orang yang “takut akan Tuhan”. Menerima segala kebahagiaan adalah perkara mudah. Bagian sulitnya adalah mempertahankan sikap hidup yang “takut akan Tuhan”, bahkan itu adalah perjuangan seumur hidup! Hidup takut akan Tuhan jauh lebih utama dibanding segala kebahagiaan itu. Oleh karena itu, kejarlah terlebih dahulu sikap “takut akan Tuhan” dan bukan segala kebahagiaan itu. Saudaraku, ingatlah Yesus pernah memberi nasihat dalam Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (DWE)