Salah satu harapan manusia tentang fungsi ‘hakim’ adalah mengawal KEADILAN, dan ‘raja’ adalah perlambang KEKUASAAN, dan tentu masih banyak harapan-harapan lain lagi. Namun pada kenyataanya, ditengah-tengah dunia ini seringkali kita bertemu dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Kita bertemu dengan banyak hakim yang ternyata tidak menunjukkan keadilan dalam melakukan tugasnya. Kita juga bertemu dengan banyak raja yang ternyata menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya, sehingga rakyatnya sengsara.

Karena itu, judul tema kita: TUHAN yang juga Hakim dan Raja, ternyata berbeda dengan kenyataan yang terjadi ditengah dunia ini (dalam rupa lain). Sebagai seorang Raja, DIA juga menyatakan keadilan-Nya. IA membuat pemisahan antara ‘domba’ dan ‘kambing’, kriteria yang dipakainya bukan sekedar siapa yang menguntungkan diri-Nya sendiri, tetapi yang dalam hidupnya peduli dengan sesama dan bahkan menolong sesamanya. Kehidupan manusia yang tidak hanya mempedulikan dirinya sendiri, tetapi mewujudkan keadilan dengan memberikan pertolongan bagi sesamanya (terutama yang menderita).

Penilaian ‘adil’ itu dinyatakan dalam kehidupan yang mau berbagi dengan sesama yang menderita. Sebagai seorang Raja yang adil, DIA mengapresiasi manusia dengan mengelompokkan dalam ‘grup’ domba bahkan dalam ayat 34b, dianugerahi sebuah hadiah yang tak ternilai: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.

Tetapi juga sebaliknya, untuk menunjukkan ‘keadilan-Nya’ bagi manusia yang hanya berpikir tentang dirinya dan tidak mau berbagi dengan orang lain, IA memberikan ganjarannya yang setimpal, seperti dalam ayat 41b: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.

Memang, yang satu ini (TUHAN) lain dari pada yang lain. (MAC)