Tuhan Yesus biasa mengajar dengan perumpamaan, namun perumpamaan dalam bacaan kita hari ini bukan perumpamaan yang cukup mudah untuk kita pahami. Mari kita perhatikan. Ada seorang kaya yang mendapat laporan bahwa harta miliknya dihamburkan oleh manajer keuangannya. Manajer dipanggil, dimintai pertanggungjawaban, tetapi sekaligus juga dipecat. Muncullah persoalan baru dalam hidupnya. Dia berpikir keras tentang apa yang akan dilakukannya. Mencangkul dia tidak bisa, mengemis malu. Lalu dia menemukan cara, agar setelah dipecat ada orang yang mau menampungnya karena telah menerima kebaikannya. Caranya? Dia panggil para debitur. Mereka disila membuat surat hutang baru yang jauh lebih ringan. Ada yang dipotong lima puluh persen, ada yang dua puluh persen. Sepengetahuan para debitur, dia bertindak atas nama tuannya. Padahal dia sedang bertindak tidak jujur, dengan memakai kekayaan tuannya agar saat dia tidak punya pekerjaan lagi, para debitur ini mau menampungnya, dan selamatlah dia di dunia ini.

Ketika sang tuan mengetahui apa yang dilakukan oleh manajer yang tidak benar dan tidak jujur ini, ia memujinya. Tapi mari perhatikan baik-baik, bahwa manajer itu tidak dipuji karena tidak jujur. Manajer itu dipuji karena bertindak “dengan cerdik” untuk menyelamatkan hidupnya. Dan kecerdikannya terhadap sesamanya dinilai oleh sang tuan lebih daripada anak-anak terang (ay.8), saat berurusan dengan uang, yang oleh Tuhan Yesus dikategorikan sebagai “Mamon” (nama dewa kekayaan Kanaan kuno).

Agar selamat di dunia yang fana ini si manajer dengan cerdik menjalin persahabatan memakai uang. Bagaimana dengan kita yang disebut sebagai anak-anak terang? Terpikirkankah keselamatan di kemah abadi yang Tuhan anugerahkan? Terpikirkankah untuk apa kekayaan atau harta yang juga Tuhan anugerahkan dalam hidup kita? Menjadi tuankah kekayaan itu bagi kita, atau menjadi alat yang kita pakai untuk melayani Tuhan dan kehidupan serta meneguhkan keselamatan yang telah Tuhan anugerahkan? 

Perumpamaan ini bukan tentang uang, juga bukan tentang pengelolaan yang tidak jujur, tetapi perumpamaan ini tentang komitmen. Tema kita ‘JUJUR DAN SETIA DALAM PERKARA KECIL’ mengajak kita untuk membangun komitmen dalam segala aspek kehidupan, dimulai dari hal-hal yang kita anggap kecil, sebagai wujud komitmen atas keselamatan yang telah Tuhan anugerahkan bagi kita. Tidak ada komitmen tanpa kejujuran dan kesetiaan. Sama seperti manajer yang tidak jujur, yang berkomitmen atas keselamatan hidupnya pasca pemecatan oleh tuannya, Tuhan Yesus ingin gaya hidup kita berkomitmen pada-Nya, sebagai Juruselamat kita. Dia ingin cara kita bertindak, cara kita berpikir, cara kita membuat keputusan, cara kita bekerja, cara kita berinteraksi dengan orang lain, semuanya dipengaruhi serta digerakkan oleh komitmen kita kepada-Nya sebagai Tuhan dan penguasa hidup kita. Secara khusus, Tuhan Yesus mengingatkan kita akan komitmen kita dalam mengelola kekayaan yang sudah Ia anugerahkan dalam hidup kita. Kekayaan adalah sahabat, bukan untuk dipuja dan dicintai lebih daripada mencintai Tuhan. Sebaliknya, kekayaan harus menjadi sahabat yang kita pakai sebagai alat yang memberi bukti, bahwa dengannya kita mampu mengekspresikan cinta besar kita kepada Tuhan sebagai penyelamat kita. Mari kita mulai dengan jujur dan setia dalam perkara kecil. Mari kita mulai dengan berkomitmen pada perkara kecil.

Selamat berkomitmen. Selamat jujur dan setia. JWP