Kisah dalam bacaan Alkitab kita hari ini adalah sepenggal kisah dari riwayat perjalanan bangsa Israel setelah mereka dibebaskan oleh TUHAN dari perbudakan di Mesir. Belum pernah ada, dan mungkin tidak pernah ada suatu umat yang seistimewa Israel. Mereka mendapat ‘privilege’ dari TUHAN. Mereka  dibebaskan, dimerdekakan oleh TUHAN sendiri setelah 400 tahun dalam perbudakan di Mesir. Bagi mereka telah disediakan suatu tanah air yang dijanjikan, suatu negeri yang berlimpah susu dan madunya. Mereka telah dipilih menjadi umat TUHAN, dengan panggilan menjadi saksi TUHAN bagi bangsa-bangsa lain. Dengan perbuatan-perbuatan ajaib, TUHAN menyatakan kehadiran-Nya di tengah-tengah mereka. Namun, umat Israel tidak mampu melihat kehadiran dan penyertaan TUHAN itu. Dengan begitu mudah mereka berpaling dari TUHAN dengan membuat ‘anak lembu emas’ untuk mereka sembah sebagai allah yang membebaskan mereka. 

Menghayati penyertaan TUHAN memang tidak mudah. Secara pribadi pun, menghayati penyertaan TUHAN tidak mudah, apalagi secara komunal, satu keluarga. Dibutuhkan sebuah proses

iman untuk menghayati penyertaan TUHAN. Sebelum sampai pada tahap menghayati, seseorang harus meyakini terlebih dulu TUHAN itu ada dan hadir. Betapa pentingnya keyakinan iman akan keberadaan, kehadiran dan penyertaan TUHAN.

Keyakinan inilah yang Musa perjuangkan dengan memohon penegasannya dari TUHAN sendiri. (12-13).

Saudaraku…, sampai kapan pun kita tidak akan pernah menghayati penyertaan TUHAN, jika kita tidak meyakini TUHAN ada dan hadir.

Yang terpenting bagi kita, jika kita masih sering kali meragukan penyertaan TUHAN, adalah melihat ke belakang,

ke perjalanan hidup yang sudah kita lewati, baik sebagai pribadi maupun keluarga, bagaimana kita dimampukan melewati pergumulan demi pergumulan dan kita masih tetap berdiri tegak sampai hari ini. Karena kekuatan dan kehebatan kita kah? Tentu tidak. Tetapi karena TUHAN. Mari kita tidak menjadi seperti Israel yang mudah lupa akan kebaikan TUHAN. Sebaliknya, menjadi pribadi maupun keluarga yang rajin mencatat kebaikan demi kebaikan yang TUHAN nyatakan dalam kehidupan kita. Dengan demikian kita akan tumbuh menjadi pribadi maupun keluarga yang senantiasa menghayati kehadiran bahkan penyertaan TUHAN di setiap langkah titian perjalanan hidup ini. Yakinilah, bahwa setiap kita mendapat kasih karunia TUHAN. Yakinilah janji TUHAN: “Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." (14).

Hidup dalam penyertaan TUHAN dan menghayatinya, itulah yang membedakan setiap kita dari orang-orang lain dan keluarga-keluarga lain. “Bukankah karena Engkau berjalan bersama-sama dengan kami, sehingga kami, …, dibedakan dari segala bangsa yang ada di muka bumi ini?" (16b)

Selamat menghayati dan menikmati PENYERTAAN TUHAN bagi Saudara dan keluarga Saudara. (JWP)