Hiduplah sebagai orang arif! Setiap agama dan budaya pasti mengajarkan hal ini berdasarkan nilai-nilai yang dipegangnya. Lalu, apa yang khas dari kearifan hidup seorang Kristen menurut surat Efesus?

Penulis surat Efesus sebenarnya mengikuti dan melanggengkan tradisi kearifan menurut Kitab Suci (Perjanjian Lama). Dalam surat Efesus kehidupan yang arif menjadi keniscayaan bagi setiap orang yang sudah menerima kasih karunia Allah dan menjadi bagian dari persekutuan yang baru. Karena itu, penulis surat Efesus dengan tajam mengontraskan orang yang hidup arif dengan orang bebal atau bodoh. Dalam Kitab Suci, kebebalan atau kebodohan bukan masalah intelektual. Orang bebal atau bodoh adalah orang yang samasekali tidak memedulikan Allah atau bahkan memandang bahwa Allah tidak ada (lihat misalnya Mazmur 14). Maka, sebaliknya, orang arif adalah orang yang percaya dan takut akan Allah serta takjub dan menerima menerima kemahakuasaan dan kedaulatan Allah dalam hidupnya.

Dari landasan iman itu, sedikitnya dua hal mesti terjadi dalam hidup orang arif. Yang pertama, dia akan berusaha dan berjuang untuk mengerti kehendak Tuhan (ayat 16). Perjuangan ini tak terelakkan karena dia masih hidup dalam dunia yang terus menerus menggodanya untuk terjatuh kembali dalam kebebalan dan kebodohannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan kegelapan (ayat 11-12). Orang arif yang mengerti kehendak Allah akan hidup penuh dengan Roh (ayat 18^b) dan lalu melakukan kebaikan, keadilan, dan kebenaran (ayat 9).

Yang kedua, orang arif akan selalu memuji dan bersyukur kepada Allah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam komunitas orang-orang percaya (ayat 19-20). Mengapa? Karena, pujian dan ucapan syukur adalah respons yang tepat dan selayaknya untuk menjawab segala sesuatu yang sudah dilakukan oleh Allah kepadanya.

Pertanyaannya sekarang, apakah Saudara dan saya telah sungguh-sungguh hidup sebagai orang arif? (LHP)