Memahami frasa, “Yang kukehendaki ialah.... persekutuan dalam penderitaan-Nya” dalam Filipi 3: 10, pertama-tama tidak lepas dari upaya dan usaha memahami anugerah Allah di dalam Yesus Kristus. Usaha itu adalah mengenal Dia bukan mengetahui Dia. Kebanyakan orang hanya mengetahui Yesus Kristus tanpa mengenal-Nya. Ungkapan ini senada dengan perkataan Ayub yang mengatakan: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,...” (Ayub 42: 5). Mengetahui sebatas belajar tanpa butuh persekutuan, tetapi lebih dari itu mengenal berarti belajar sekaligus mengalami persekutuan dengan Dia. Itu sebabnya persekutuan dalam penderitaan-Nya didahului dengan “mengenal Dia...”. Usaha ini adalah sebuah perjuangan yang bukan hanya mempersiapkan akal budi saja, tetapi seluruh keberadaan hidup. Hati, jiwa, akal budi, roh, waktu dan lainnya semata-mata dipersiapkan sebagai bukti kesediaan mengalami persekutuan dengan Dia.

Perjuangan mengenal Kristus dalam artian bersekutu dan mengalami Kristus akan menuntun kita kepada keseluruhan hidup Kristus, termasuk derita-Nya. Apa saja yang kita pahami dari derita Kristus dalam sudut pandang manusia. Baru lahir saja, Yesus sudah masuk daftar pencarian orang yang akan dibunuh oleh Herodes, ditolak, diadili, diludahi, dan tentu yang paling menyakitkan adalah disesah, dan disalibkan. Dalam semangat itulah kita ditantang, “apakah kita rela bersekutu dengan Dia yang menderita?” Sebab penderitaan Kristus bukan hanya soal fisik, tetapi juga mental, batin, dan roh. Sebuah penderitaan yang sesungguhnya tidak layak diterimanya. Lebih tepatnya penderitaan orang lain yang ditimpakan kepada-Nya. Dalam bahasa yang lain, Dia rela menanggung penderitaan manusia, sekalipun bukan karena ulah adan kesalahan-Nya. Sekali lagi, “maukah kita bersekutu dengan Dia yang menderita?”

Yang kedua memahami bahwa penderitaan pun adalah karunia. Filipi 1: 29, “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,...” Jika penderitaan adalah sebuah karunia, maka konsekuensi logis bagi kita yang menerima karunia ilahi adalah bersyukur dan bersukacita. Persekutuan dalam derita Kristus semata-mata hanya berujung pada ucapan syukur. Untuk itu bersyukurlah bersama Kristus yang menderita.

Yang ketiga memahami bahwa penderitaan itu dapat kita tanggung bersama dengan Kristus. Filipi 4: 13 menegaskan, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”. Segala perkara termasuk penderitaan, adalah perkara yang dapat kita tanggung, kita panggul, kita pikul, kita terima, kita alami, kita hadapi semata-mata karena menanggung semua itu bersama dan di dalam Kristus. Nada yang sama dilagukan dalam KJ. 408, “Apakah yang kurang lagi, jika Dia Panduku?”...dan ”suka duka (derita) dipakai-Nya untuk kebaikanku”.

Bersekutu dalam derita Kristus? Ya, siapa takut! Amin. (TMP)