Tema kita merujuk pada Yesus yang telah dibaptis dan mendapat penyataan dari langit bahwa kepada-Nyalah Allah berkenan.” Kalimat yang sama terdapat dalam Yesaya 42:1 “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa.” Ini adalah nubuatan Yesaya tentang Hamba yang diurapi Allah, menderita dan menanggung sengsara seperti dalam Yesaya 53. Penyataan “kepada-Mulah Aku berkenan” membuat Yesus sadar bahwa diri-Nya adalah Mesias, raja yang diurapi Allah dan Raja yang akan menanggung penderitaan dan salib.

Tujuan baptisan Yesus tidak sama seperti orang-orang yang datang meminta dirinya dibaptis. Yesus dibaptis sebagai wujud kesiapan diri-Nya untuk menjalankan hidup yang berkenan kepada Allah. Ada tanggung jawab yang harus Ia lakukan dan Ia memulainya dengan menyamakan diri-Nya bersama umat yang mencari Allah. Yohanes memperkenalkan Yesus sebagai raja yang datang untuk melakukan penghakiman. Yohanes menggunakan gambaran seorang petani yang mengirik gandum untuk memisahkannya dari tangkainya. Ia menggambarkan Yesus seorang yang memegang alat penampi (nyiru dan kapak) untuk menampi, memisahkan yang baik dari yang buruk.

Bagaimana dengan kita? Apakah hidup kita sudah berkenan di hadapan Allah? Ketika kita telah menerima baptisan, apa artinya bagi kita? Apakah sebatas seremonial saja, untuk menjadi anggota kerajaan Allah? Ataukah dalam baptisan itu, ada tanggung jawab yang ingin kita lakukan sebagai anggota kerajaan Allah? Yesus telah memberi teladan kepada kita untuk memperjuangkan kehidupan yang siap menanggung tanggung jawab baptisan meskipun harus melewati jalan penderitaan dan salib. Kitapun turut dipanggil untuk memperjuangkan hidup yang sungguh-sungguh berkenan di hadapan Allah, sekalipun dalam penderitaan kita. Kiranya Allah sumber kekuatan, menolong dan memampukan kita. LMP