Saudara,

Banyak hal dalam hidup ini kita perjuangkan agar berhasil. Kita merasa lega, puas, bangga, manakala kita mencapai keberhasilan, manakala kita mampu menghasilkan sesuatu. Namun, apakah yang kita hasilkan memberi dampak bagi orang lain, atau hanya menjadi buah kebanggaan bagi diri sendiri? Apakah yang kita hasilkan menjadi citra kemuliaan Tuhan dan membawa kemuliaan bagi Tuhan? Pertanyaan ini tentunya menjadi pertanyaan esensial dalam hidup kita sebagai umat Tuhan.

Di tengah gersang dan keringnya relasi umat dengan Tuhan, di tengah meranggasnya relasi antar manusia, Yohanes Pembaptis hadir di tengah kering dan gersangnya padang gurun. Gaya bicaranya lugas dan sederhana, bahkan cenderung kasar dan terasa menghina. Yohanes Pembaptis menyebut mereka keturunan ular beludak. Dia memanggil siapa pun untuk menerima baptisan, baptisan pertobatan. Orang banyak datang untuk dibaptis, mereka sangat ingin memulai  sebuah awal baru kehidupan. Hidup dalam pertobatan. Keinginan mereka memulai awal baru kehidupan, mereka ungkapkan dengan pertanyaan: “…apakah yang harus kami perbuat?” Sebuah pertanyaan sederhana namun sangat mendasar. Pertanyaan itulah yang kemudian mengarahkan mereka menghasilkan buah pertobatan.

Dalam Perjanjian Baru, kata Yunani untuk pertobatan adalah metanoia, yang berarti harfiah perubahan pikiran, yang menentukan bagaimana kita hidup. Yohanes Pembaptis dengan lugas dan tegas memberitahukan apa yang harus mereka lakukan sebagai tanda sekaligus buah pertobatan itu. Yohanes Pembaptis tidak meminta mereka untuk lebih serius menuruti aturan-aturan keagamaan, sebaliknya memberitahukan, bahwa kesempatan untuk berubah dan berbuah muncul tepat di hadapan mereka dalam kehidupan nyata setiap hari. “Dia yang memiliki dua lapis pakaian, biarlah memberikan kepada yang tidak punya. Dia yang memiliki makanan, biarlah dia melakukan hal yang sama." Yohanes Pembaptis mengatakan kepada pemungut pajak pajak, tentara, dan warga negara bahwa buah mulia pertobatan meliputi banyak hal yang biasa. Mereka berhenti dari pemerasan, intimidasi, dan menggerutu tentang uang. Mereka berbagi dengan yang miskin.

Sama seperti pemilik kebun mengharapkan pohon yang ditanamnya berbuah, kita juga diharapkan untuk menghasilkan buah, buah yang mulia, buah pertobatan. Apa yang harus kita lakukan? Jika mereka yang dibaptis di sungai Yordan memiliki kesempatan dan panggilan untuk menghasilkan buah pertobatan, tentu kita yang telah menerima baptisan jauh lebih besar yang diberikan oleh Kristus dengan Roh dan api, dikehendaki menghasilkannya juga. Kesempatan dan panggilan untuk menghasilkannya terbentang tepat di depan kita, dalam hidup keseharian kita.

Lihatlah kehidupan Saudara. Dengan siapa Saudara perlu berdamai sebelum hari raya Natal tiba? Lihatlah bagaimana Saudara menggunakan kekuatan dan kekuasaan Saudara. Apakah Saudara  menggunakannya secara adil dan benar, atau menggunakannya untuk melakukan penindasan bagi kepentingan Saudara?  Lihatlah apa yang  Saudara miliki, di lemari pakaian, di lemari es, di buku rekening. Jika Saudara merasa dilimpahi berkat, saatnya bagi Saudara untuk berbagi. Semua yang kita lakukan sebagai hasil dan buah pertobatan pasti akan menjadi Kabar Baik bagi sesama dan menjadi citra kemuliaan Tuhan bagi kemuliaan-Nya. Ketika hidup pertobatan kita menghasilkan buah, maka dunia menjadi berbeda. Inilah yang harus kita nyatakan dalam masa penantian akan kedatangan-Nya kembali.

Selamat menyongsong Natal dengan menghasilkan buah pertobatan. (JWP)