Nasihat ‘sehati sepikirlah’ dalam ayat 11 diterjemahkan dari kata Yunani phrosneo, yang artinya saya berpikir, saya mengamati atau saya merawat. Sementara kata phrosneo berasal dari kata dasar phren, yang berarti sekat rongga badan; diafragma atau yang mengitari hati atau perasaan. Juga berarti pikiran, pola pikir, intelektual, pengertian, kebijaksanaan dan wawasan yang mengatur atau membentuk perilaku.  Dalam bahasa tujuan pendidikan iman Kristen, maka kata phren berarti mencakup hal afektif (perasaan), kognitif (pikiran) dan psikomotorik (tingkah laku). Dengan demikian kata ‘sehati sepikirlah’, berarti semua hal yang berhubungan dengan perasaan, pikiran, tutur kata dan tingkah laku, yang semata-mata berasal dari ketergantungan pada Tuhan dan mengandalkan Tuhan. Kata ‘sehati sepikirlah’ ini senada dengan Filipi 2: 5, yang mengatakan: “...menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kritus Yesus...”

Dalam KBBI, kata sehati berarti bersatu hati, seia sekata. Dalam pengertian hati, yang salah satunya tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan, dsb.), maka sehati sepikir di sini muncul atau keluar dari kedalaman batin yang paling dalam dalam, bersumber dari inti bahkan dari pusat perasaan manusia. Sementara, sepikiran berarti sama pikiran; satu pendapat. Ini menyangkut akal budi dan pertimbangan hati manusia.

Menghubungkan nasihat ini dengan nasihat ‘usahakanlah dirimu supaya sempurna’, maka ‘sehati sepikirlah’ adalah sebuah perjuangan yang membutuhkan kesungguhan, bukan terjadi begitu saja. Dalam hubungannya dengan kehidupan beriman sekarang ini, semua diajak memiliki itikad baik untuk mencapainya. Namun tentulah tidak mudah, sebab ini menyangkut banyak orang. Dua orang saja, contoh dekatnya pasangan suami isteri, membutuhkan waktu dan energi yang banyak dan besar dalam mencapai hal ini, apalagi lebih dari dua orang. Untuk itulah, Paulus melanjutkan nasihatnya dengan ‘hiduplah dalam damai sejahtera’, karena memang setiap orang membutuhkannya, dalam konteks kemajemukan dan keanekaragaman.

Yang menarik dari nasihat ini, Paulus menggunakan hukum sebab akibat. Jika kamu hidup dalam damai sejahtera, maka ‘Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!’ Ini adalah bukti bahwa setiap orang percaya butuh terarah pada semangat sehati sepikir dalam hidup bersama, dalam pekerjaaan dan pelayanan. Bukan soal semua harus sama, tetapi semua butuh menjadi satu, mengutip Paulus dalam Filipi 2: 2, “hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan” dan dalam Efesus 4: 4-6, “satu tubuh, dan satu Roh, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua”.

Nasihat ini sangat relevan, bukan hanya untuk gereja, tetapi juga untuk keluarga, untuk bangsa dan negara, bahkan untuk semua umat manusia.

Selamat untuk sehati sepikiran! Amin. (TMP)