Apakah Adven dan Natal sungguh-sungguh bermakna dan memberikan pengaruh pada kehidupan Saudara? Saudara tentu sudah menyambut dalam sikap beriman, bahwa Natal, kelahiran Yesus Kristus, mendemonstrasikan kasih Allah yang membawa keselamatan bagi dunia, dan bagi Saudara. Itu sebabnya, pada masa Adven ini, mestinya dengan penuh sukacita, Saudara dan kita semua, sedang menanti untuk memperingati dan merayakan peristiwa Natal itu, sekali lagi tahun ini.

Tetapi, tahukah Saudara, bahwa “adven” (dari kata Latin adventus) sesungguhnya berarti “kedatangan”? Melalui Adven, pertama-tama kita diajak untuk memusatkan perhatian pada kedatangan Kristus, melalui peristiwa Natal yang sudah terjadi 20 abad yang lampau. Namun, melalui Adven sekaligus diberitakan juga kepada kita, bahwa Kristus yang sudah pernah datang itu, akan datang kembali untuk menggenapi dan menyempurnakan karya keselamatan Allah. Apakah hal ini bermakna dan berpengaruh dalam kehidupan Saudara? Jika mau jujur menjawabnya, itu belum tentu! Lalu bagaimana?

Kita dicerahi oleh Mazmur 85. Mazmur 85 merupakan doa umat Israel kepada Allah, di masa awal sesudah mereka kembali dari pembuangan Babel. Dengan kembali ke tanah air, mereka percaya bahwa Allah telah “memulihkan keadaan Yakub [baca: Israel]” (ayat 2^b). Namun, situasi sulit yang harus mereka hadapi pada saat itu dalam kerapuhan mereka, menyebabkan mereka tetap berteriak, “Pulihkanlah kami, ya Allah penyelamat kami” (ayat 5^a). Hanya, ternyata berteriak memohon pertolongan saja tidak cukup. Teriakan minta tolong itu mesti diikuti dengan sikap “Aku mau mendengarkan apa yang hendak difirmankan Allah, Tuhan” (ayat 9^a).

Melalui masa Adven, kita diingatkan untuk berjaga-jaga menantikan kedatangan kembali Kristus. Dengan cara apa? Dengan menyatakan “… tanggung jawab … masing-masing dengan tugasnya” (Markus 13 : 34). Tugas dan tanggung jawab itu adalah panggilan kita untuk berbagi kasih dengan sesama, yang bersumber pada kasih Allah yang menjadi pusat dari peristiwa Natal. Di sinilah, harus kita akui dengan jujur, bahwa kita lebih sering lupa, lalai, atau gagal untuk menyatakan tanggung jawab panggilan kita itu, dalam kehidupan kita masing-masing.

Karena itu, kita perlu untuk terus berteriak memohon, agar Allah memulihkan diri kita yang rapuh ini. Namun serentak dengan itu, kita juga harus tak hentinya mendengarkan “apa yang hendak difirmankan Allah, Tuhan” kepada kita. Kita mesti mendengarkan Tuhan berbicara, agar Dia menunjukkan kepada kita, bagaimana kita mesti berbagi kasih dengan sesama dalam kehidupan kita!

Hanya dengan demikian, kita dapat memaknai Adven secara utuh dan penuh. Hanya dengan demikian pula, kita dapat memperingati dan merayakan Natal tahun ini dengan penuh arti. (LHP)