Kecintaan seseorang terhadap sesuatu, akan membuat dia melakukan hal-hal yang menunjukkan rasa cintanya. Seorang pecinta sepeda, akan merawat dengan baik sepedanya dengan penuh rasa sayang, melapnya sampai berkilau, memperhatikan gejala sekecil apa pun yang dirasa tidak seperti biasa, lalu memperbaikinya, sehingga sepedanya berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Seorang pecinta apa pun, akan memberi perhatian dan perlakuan lebih kepada apa yang dicintainya, karena rasa cintanya. Pendek kata, kekuatan cinta, ‘the power of love’, bisa membuat seseorang melakukan segala sesuatu lebih daripada yang orang lain lakukan.  

Demikian juga tentunya dengan mencintai firman Tuhan. Kecintaan pada firman Tuhan, harus berawal dari pengenalan akan firman Tuhan. Ungkapan ‘tak kenal  maka tak sayang’, berlaku juga untuk firman Tuhan. Kecintaan pada firman Tuhan tak bisa terjadi begitu saja. Tak semudah membalik telapak tangan. Kecintaan pada firman Tuhan harus dimulai sejak dini, sejak kanak-kanak dan harus terus ditumbuhkan. Itulah yang terjadi pada sosok Timotius. “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci…” (ay.15). Dari mana Timotius mengenal Kitab Suci? Dari ‘orang yang telah mengajarkannya’ (ay.14). Oleh sebab itu, mencintai firman Tuhan harus dilakukan dari generasi ke generasi. Pada diri Timotius, peran ibu dan neneknya ternyata begitu luar biasa (2 Tim. 1: 5). Peran orang tua sangat strategis dalam menanamkan pengenalan dan kecintaan seorang anak terhadap firman Tuhan. Demikian pula keberadaan Sekolah Minggu. Sekolah Minggu, menjadi wahana bagi anak-anak mengenal hidup persekutuan dan mencintai firman Tuhan. Bawalah anak-anak Saudara ke Sekolah Minggu, namun bukan berarti Saudara melepas tanggung jawab Saudara, sebagai pribadi yang Tuhan percaya membangun kecintaan Saudara dan anak-anak Saudara, pada firman Tuhan.

Mengapa kita harus mencintai firman Tuhan? Karena firman Tuhan memberi hikmat dan menuntun kita kepada keselamatan (ay.15). Melalui kecintaan kepada firman Tuhan berarti kita membuka diri untuk diajar, kesalahan kita dikoreksi, kelakuan kita diperbaiki dan kita dididik dalam kebenaran (ay.16). Melalui kecintaan kepada firman Tuhan, fungsi kita sebagai orang percaya semakin dioptimalkan, sebab kita memberi diri diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (ay.17). Kecintaan kita kepada Tuhan, ditandai dengan kecintaan kita pada firman Tuhan. Hidup memuliakan Tuhan, diawali dari kecintaan terhadap firman Tuhan.

Selamat mencintai firman Tuhan. (JWP)