Dengan apakah seseorang dibenarkan?

Inilah pertanyaan yang mengemuka dalam beberapa pasal awal surat Roma. Orang Yahudi kala itu tentu dengan cepat akan menjawab: Hukum Taurat. Lalu, bagaimana dengan orang-orang Yahudi yang telah percaya Yesus dan orang bukan Yahudi? Hal ini rupanya menjadi pergumulan di tengah jemaat Roma yang beragam latar belakang.

Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus menjawab bahwa seseorang dibenarkan oleh karena penebusan Yesus Kristus yang diterima dalam iman. Karya itu adalah anugerah. Paulus hendak menolak keyakinan yang memahami pembenaran karena perbuatan.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Paulus mendasarkan keyakinannya dengan menyebut Abraham sebagai contoh. Abraham dibenarkan bukan karena perbuatannya, melainkan karena iman (ayat 3).

Jika seseorang dibenarkan karena iman, lantas apakah itu berarti bahwa perbuatan tidak diperlukan? Ya, perbuatan tidak diperlukan untuk dibenarkan! Tetapi perbuatan diperlukan untuk menyatakan iman! Seperti kutipan di bawah ini,

“Iman, bila seseorang memilikinya, tidaklah begitu samar-samar sehingga luput dari pelacakan. Iman tidak hanya sekadar mengiakan amanat Kristen, melainkan juga berarti penyerahan yang penuh kepada cara hidup Kristen. Kualitas iman inilah yang terpancar keluar.”

– Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2 (BPK Gunung Mulia: 1992), h. 237

Lihatlah Abraham yang rela untuk berjalan dalam ketidakpastian hidup demi memenuhi panggilan Tuhan. Ia setia menantikan penggenapan janji Tuhan. Ia hidup dalam relasi yang akrab dengan Tuhan. Dan dari tindakan iman Abraham, ia menjadi berkat bagi seluruh keturunannya.

Sebagaimana Abraham dibenarkan oleh Allah, demikianlah kita sebagai orang-orang percaya. Marilah kita menyatakan iman kita melalui hidup yang jadi berkat. Selamat menghayati Minggu Prapaskah II. DWE