Setiap rumah pasti mempunyai pintu. Pintu yang menjadi simbol rasa aman bagi penghuninya ketika pintu itu terkunci. Tanpa sadar pintu membuat kita terkungkung oleh ketakutan, keterasingan bahkan ketidakpedulian terhadap sesama. Namun, ketika pintu itu terbuka, akan menghantar penghuninya keluar menyatu dalam hidup dengan sesama yang lainnya. Pintu memang mempunyai makna ganda. Bagaimana dengan pintu gereja? Catatan menarik dari salah satu tulisan seseorang menyebutkan bahwa : “Sangat jamak kita jumpai pintu-pintu gereja yang tertutup rapat, dengan kunci yang sangat aman, bahkan dengan satpam yang menjaga di depannya. Ia hanya dibuka untuk menyambut warga gereja yang menjadikan ruang gereja sebagai tempat aman dan nyaman mereka, terpisah dari dunia—untuk kemudian ditutup kembali setelah segala ritual selesai dilangsungkan.”

Akulah Pintu, demikian pernyataan Yesus bagi domba-domba-Nya. Pintu yang membatasi kita sebagai domba-domba-Nya, orang-orang yang disebut Yesus bukan dari dunia sehingga dunia membenci kita (band. Yoh 17:14.). Namun pintu itu juga yang menghubungkan kita dengan dunia yang di dalamnya kita diutus (band Yoh 17:18).  Karena itu pernyataan Yesus sebagai pintu tidak bisa dilepaskan dari diri-Nya sebagai Gembala yang baik. Gembala yang menjaga domba-domba-Nya supaya mempunyai hidup dalam kelimpahan-Nya. Namun Gembala yang juga menuntun domba-domba-Nya ke luar dan menemukan padang rumput (Yoh 10:9), itulah dunia. Dengan demikian melalui pernyataan Yesus sebagai Gembala yang baik dan Pintu, mau mengingatkan kita akan karya kasih-Nya yang  menyelamatkan kita sebagai domba-domba-Nya. Namun dalam kasih-Nya bagi dunia, Dia juga mengutus kita dalam karya kasih-Nya yang menyelamatkan! Selamat memasuki ibadah yang sejati. Tuhan memberkati. (WIT)