Masa Prapaskah merupakan saat yang tepat bagi kita untuk berefleksi atas segala hal yang kita lakukan bagi Tuhan. Di Minggu Prapaskah V ini, kita berefleksi melalui kesaksian hidup para tokoh Alkitab, secara khusus melalui kontradiksi yang muncul dalam diri seorang Maria dan Yudas Iskariot. Injil Yohanes pasal 12, menceritakan tentang kematian Yesus yang sudah sangat dekat. Kehadiran Yesus dengan para murid-Nya di Betania menuju Yerusalem yang penuh resiko, oleh karena para pemimpin Yahudi sudah menyatakan kepada setiap orang yang mengetahui keberadaan Yesus untuk segera menangkap-Nya.

Ketika Yesus dating ke Betania,,diadakanlah perjamuan bagi-Nya di rumah Lazarus, Marta dan Maria (Yohanes 12:1-2). Maria dengan penuh cinta, langsung mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, untuk meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. Tindakan yang dilakukan oleh Maria, bukanlah tindakan yang tiba-tiba dan hanya mengejar sensasi. Sebaliknya, tindakan yang lahir dari cinta yang mendalam dari pengalaman perjumpaannya dengan Yesus. Pengalaman yang mengubahkan hidup Maria, saat Yesus membangkitkan Saudaranya, Lazarus dari kematian (Yohanes 11). Maria, tentunya termasuk orang yang juga sudah mendengar tentang ancaman kematian terhadap diri Yesus. Sungguh, sebuah paradoks yang begitu menggugah hati Maria. Di satu sisi, Yesus telah membangkitkan Lazarus dari kematian, namun sekarang Yesus justru menyambut kematian-Nya sendiri. Sungguh, apa yang dilakukan oleh Maria, sejatinya lahir dari cinta yang murni karena pengalaman perjumpaannya dengan Yesus, yang sungguh merupakan anugerah.

Sementara itu, Injil Yohanes menceritakan tentang percakapan yang terjadi antara Yesus dengan Yudas Iskariot. Terdapat perbedaan yang sangat berlawanan sekali antara karakter Maria dengan Yudas Iskariot (Yohanes 12:5-6). Tatkala Maria menyatakan tindakannya yang penuh dengan cinta yang murni bagi Yesus, Yudas malah mengkritik keras tindakan Maria tersebut. Kritikan yang mengatasnamakan bagi orang-orang yang miskin yang masih membutuhkan uang, padahal semuanya itu hanya untuk keuntungan dirinya sendiri. Apakah ini cinta? Ya, cinta yang manipulatif. Ternyata perjumpaannya dengan Yesus selama ini tidak membawa pada transformasi diri bagi seorang Yudas Iskariot. Perjumpaanya dengan Yesus selama ini, ternyata tidak menempatkan Yesus sebagai yang satu-satunya dalam seluruh kehidupannya. Tidak ada cinta yang murni yang menjadi dasar relasinya dengan Yesus, melainkan malah memanipulasi atau memanfaatkan Yesus demi keuntungan dirinya.

Bagaimana dengan saudara dan saya? Apakah yang menjadi dasar dari segala sesuatu yang kita lakukan bagi Tuhan? Mari kita berefleksi dari apa yang dilakukan oleh Maria dan Yudas Iskariot. Setiap tindakan yang kita lakukan bagi Tuhan, kiranya selalu dilandaskan di atas dan lahir dari satu hal yang paling esesi, yaitu pengalaman anugerah dalam Tuhan kita Yesus Kristus, sehingga melaluinya, cinta yang murni selalu terasa dalam setiap tindakan kita dan bukan sebaliknya cinta yang manipulatif. Tuhan sudah memberikan yang terbaik bagi kita dengan cinta-Nya yang luar biasa, maka sekarang Tanya kita sebagai refleksi diri: Sudahkah yang terbaik kuberikan kepada-Mu ya Tuhan? Bukan terus bertanya tentang apa yang aku dapatkan demi keuntungan diri sendiri. Selamat berefleksi! Tuhan memberkati. (WIT)