Ternyata nilai hidup sebuah keluarga, tidak pernah dibentuk oleh satu bentukan saja, melainkan banyak bentukan. Ada yang mengetahui hal ini, tetapi banyak juga yang tidak mengetahuinya. Bagi yang tidak mengetahuinya secara sadar dengan “kacamata kuda” mengatakan bahwa bentukannyalah yang paling baik.

Ini semua dimulai dari pertalian janji seorang laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri, lalu menjadi sebuah keluarga. Romantisme masa pacaran serta harapan untuk membentuk keluarga yang ideal pastinya ada. Seperti lirik lagu The Changcuters: “Biar kata kau musibah, bagiku kau anug’rah; biar orang berkata apa, bagiku kau segalanya, I love you beibeh”. Semuanya terungkap karena keyakinan akan anugerah Tuhan ada pada kita. Tetapi memasuki hari, minggu, bulan dan tahun pertama hidup sebagai keluarga, menunjukkan jalan dan keinginan masing-masing. Bahwa ada upaya saling mengubah. Ada upaya agar kehendak salah satu pihaklah yang dikedepankan bahkan dipaksakan. Bentukan si suami lebih dominan dari si isteri dan sebaliknya. Yang terjadi adalah saling melukai. LUPA, bahwa yang mempersatukan mereka dalam hidup pernikahan adalah Tuhan. LUPA, kepada kalimat: “Inilah jodohku yang disediakan Tuhan untukku”. LUPA, kepada janji nikah: “aku menerima dan mengambilmu sebagai suami/isteriku” dan janji “akan mengasihi pada waktu sehat maupun sakit”.

LUPA, ucapan peneguhan: “Apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia”. LUPA, kepada ucapan berkat: “Allah .… memperkenankan Saudara

berdua untuk hidup bersama sebagai suami isteri, dalam kasih setia,

ibadah, dan kesucian”. LUPA bahwa semua itu adalah anugerah Tuhan,

kasih karunia Tuhan. INGAT, semua, termasuk kita masing-masing

menjadi sebuah keluarga adalah karena TUHAN, karena cinta dan

anugerah-Nya, karena kemurahan dan belas kasih-Nya.

Dalam bahasa Paulus, semua itu karena Kristus (ay.7), karena kepercayaan pada Kristus (ay. 9), karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus (ay. 12). Semua hidup kita sebagai keluarga, suami isteri, orangtua anak, kakak adik, sekolah dan pendidikan, pekerjaan dan pelayanan adalah SEMATA-MATA anugerah dan karena KRISTUS YESUS. Inilah alasan dan dasar yang kuat bagi Paulus untuk mengarahkan diri kepada…panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus (ay. 14). Mengarahkan diri di sini berarti mencenderungkan diri, memproyeksikan diri selalu kepada Tuhan. Melulu melihat segala sesuatu dari “kacamata Tuhan”. Merencanakan diri dan keluarga kepada jalan dan rencana Tuhan, dan tidak memilih jalan atau maunya sendiri. Tidak bisa hanya suami tok atau isteri tok, atau anak tok, atau orangtua tok, melainkan sebagai sebuah keluarga. Keluarga adalah gereja terkecil. Ketika di gereja terkecil saja tidak mencari Tuhan, tidak mengarahkan diri pada panggilan Tuhan, bagaimana dengan di gereja besar, di kantor, di masyarakat.

Melalui dan dalam perjamuan kudus, ijinkan Tuhan menarik kita semua kembali, khususnya sebagai keluarga untuk rela bersama dengan kita dan kita bersama dengan DIA. Juga dalam perjamuan kudus ini temukan DIA, temukan kembali anugerah-Nya, agar itu menjadi penuntun bagi kita untuk selalu berkomitmen MENCARI TUHAN. Mengikuti perjamuan kudus bukan hanya sebagai ucapan syukur atas anugerah Tuhan, tetapi juga sebagai kebutuhan mengalami pertobatan dan pembaharuan hidup. Carilah Tuhan, maka kamu akan hidup (Amos 5: 4 dan 6). Amin. (TMP)