Saudaraku,

Hidup yang kita jalani tidak pernah lepas dari pilihan dan tanggung jawab. Setiap hari kita berhadapan dengan berbagai hal yang di dalamnya kita harus memilih. Dari memilih bangun jam berapa, memilih memakai baju warna apa, memilih memakai sepatu yang mana, memilih naik apa, memilih lewat rute mana, dan banyak hal lain lagi yang untuknya kita harus memilih. Bukan hanya soal pilihan, kita juga diperhadapkan dengan tanggung jawab yang berkaitan dengan pilihan kita. Tentu bukan persoalan sepele seperti memilih baju warna apa, atau memakai sepatu yang mana, tetapi memilih untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Pilihan ini sudah tentu diikuti dengan resiko dan konsekuensi yang tidak bisa kita lepaskan begitu saja dari hidup kita, itulah tanggung jawab.

Mengaca pada kisah manusia pertama di taman Eden, TUHAN Allah telah menyiapkan segala sesuatu agar manusia dapat menikmati kehidupan yang penuh damai di dalamnya. Semua telah TUHAN sediakan bagi mereka untuk menopang kelangsungan hidup mereka di taman itu, bahkan untuk mereka kelola dengan baik. Namun ada satu hal yang TUHAN perintahkan dengan sangat lugas dan jelas: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej.2: 16-17) Perintah yang begitu jelas, gamblang dan lugas itu dijaga dan dilakukan dengan baik dalam ketaatan yang tulus tanpa mempertanyakannya, sampai suatu hari datang si ular menemui Hawa. Ular itu memutarbalikkan perintah TUHAN dengan pernyataan dan penjelasan yang seratus delapan puluh derajat bertentangan dengan apa yang TUHAN perintahkan. Ular memberi pernyataan dengan sedikit pertanyaan: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?”, (3: 1) dan dalam kesadaran serta pengetahuannya tentang perintah TUHAN, Hawa membantah pernyataan ular. Namun ular tak mau kalah sampai di situ. Dengan kecerdikannya, ia memutarbalikkan lagi perintah TUHAN. Ia katakan: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (3: 4-5) Hawa diperhadapkan pada pilihan: menaati perintah TUHAN atau mengikuti keinginan hatinya karena tertarik oleh propaganda ular. Ternyata Hawa lebih memilih untuk mengikuti keinginan hatinya untuk memetik dan memakan buah itu, bahkan kemudian ia memberikannya kepada Adam, ketimbang menaati perintah TUHAN dalam ketulusan. Pilihan itu membawa konsekuensi, mereka menjadi tahu bahwa mereka telanjang, lalu merasa malu. Relasi yang selama ini berjalan begitu tulus, baik antara Adam dan Hawa maupun antara mereka dengan Allah, kini terciderai oleh rasa malu bahkan rasa takut, akibat pilihan mereka melanggar perintah TUHAN.  

Setiap pilihan mengandung tanggung jawab. Marilah kita memilih untuk taat kepada perintah TUHAN, sehingga relasi kita dengan-Nya dan dengan sesama manusia bisa kita pertanggungjawabkan dengan baik di hadapan TUHAN tanpa dicederai oleh berbagai perasaan malu dan takut.

Selamat MEMILIH dan BERTANGGUNG JAWAB atas pilihan itu. (JWP)