Ada sebuah ungkapan mengenai Allah yang dapat kita renungkan, “Bagaimana kita dapat mengasihi Allah yang tidak kelihatan, jikalau kita tidak dapat mengasihi sesama kita yang kelihatan”. Begitu juga dengan iman. Iman kepada Allah adalah percaya kepada Allah yang tidak kelihatan. Hal ini sejajar dengan pandangan rasul Paulus demikian: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). Mengenai bagaimana hidup beriman itu berproses, kita dapat belajar dari contoh kehidupan Timotius dan orangtuanya.

Paulus sendiri menyapa Timotius dengan ungkapan anakku yang kekasih (ay 1). Ditambah lagi Paulus menuturkan kisah keluarga Timotius demikian, “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu (ay 5). Keyakinan Paulus lahir oleh karena pengalamannya melihat kehidupan keluarga dari orang tua Timotius, “Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani (Kis 16:1). Dari keyakinan Paulus itulah kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Timotius dididik dan dibesarkan oleh ibunya dengan pengajaran yang berulang-ulang menurut tradisi bangsa Israel (Ul 6:7).

Iman dimulai dari keluarga.  Seperti gereja, keluarga pun adalah persekutuan umat percaya yang anggotanya adalah orang tua dan anak-anak. Oleh karena itu tema pekan pertama Oktober, Bulan Keluarga ini mengajak kita untuk menjadi Eunike-Eunike dan Lois-Lois yang lain dalam keluarga kita masing-masing. Baik kita sebagai ayah atau ibu, hendaknya terus mengulang-ulang pengajaran iman kita dengan berdoa, membaca firman Tuhan, bersekutu bersama dalam ibadah keluarga. Berdasarkan ajaran dan tentu keteladanan orangtua itulah yang nantinya menghantar anak-anak kita ke dalam pengakuan percaya (sidi). Dengan demikian pada waktunya nanti, sebagai keluarga kita pun dapat bersama-sama mengikuti Perjamuan Kudus, seperti yang sedang kita hayati saat ini, merupakan perintah Yesus sendiri seperti tertulis dalam Injil Lukas 22: 19 “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." (PSP)