Menyatakan kebenaran di tengah beredarnya berita hoax memang bukan perkara mudah. Seringkali orang lebih menyukai hoax ketimbang berita yang benar. Mikha adalah seorang nabi yang diutus Allah untuk menyatakan kebenaran kepada umat di tengah maraknya berita yang meninabobokan dari para nabi palsu. Nabi seharusnya mengingatkan umat tentang bagaimana mereka hidup sesuai kehendak Allah. Adanya aturan dan syarat yang semestinya dijalankan akan mendatangkan kebaikan bukan dengan cara melakukan pelanggaran bahkan dosa. Keadaan yang tidak karuan dalam masyarakat semestinya diatasi dan disikapi. Para pemimpinlah yang seharusnya menyadari kalau mereka keliru dan mengubah perilaku hidup. Sebagai umat Allah seharusnya mereka hidup pada tatanan iman, bukan menggantungkan nasib pada tukang tenung dan pelihat. Tokoh spiritual yang hadir justru membiarkan keadaan. Mereka bukan menegur dan mengajak mengubah diri serta mengingatkan apa yang keliru dan salah. Dengan membuat senang dan tidak menyalahkan maka para nabi palsu hidup nyaman atas upah yang mereka terima.
Mikha justru menyatakan seruan bahwa tidak ada yang lebih berkuasa daripada Tuhan Allah. Siapa yang salah harus diingatkan dan ditegur untuk tidak bertindak dengan caranya sendiri. Mikha menegaskan justru Allah akan menghukum para pemimpin dan bangsa-bangsa yang menentang dan yang mengabaikan kepedulian Allah. Sayang, di tengah seruan Mikha seolah tidak ada persoalan dan masalah bagi mereka. Kebanggaan diri bahwa mereka sebagai umat pilihan Allah, seolah mereka menjadi orang-orang istimewa dan kebal dari hukuman. Para pemimpin Yehuda beranggapan, sekalipun mereka melakukan kesalahan ; menyembah berhala, menipu di pengadilan, mencuri, berbohong dan memakai timbangan palsu untuk menipu tidak akan mendapat ancaman serius. Mereka beranggapan selama Bait Allah ada di Yerusalem maka Allah akan berada di sana melindungi dan berpihak pada mereka. Dengan adanya Bait Allah mereka beranggapan akan aman dan tidak dihukum. Menurut mereka melakukan tindakan apapun tidak menjadi persoalan. Mikha justru menegaskan, bukan Bait Allah yang menjadikan mereka selamat, namun bagaimana sikap mereka menanggapi Allah dengan cara hidup benar dan patuh pada kebenaran-Nya. Allah juga akan menyelamatkan orang yang mengakui dosanya, menyesal dan bertobat. Mikha sendiri menegaskan bahwa Bait Allah itu sendiri akan dihancurkan.
Siapapun orangnya tentu ingin hidup dalam keadaan nyaman dan tenang. Demikian juga pada masa pandemi seperti sekarang ini, semua orang berharap dan ingin segera dapat melaksanakan aktivitas seperti sebelumnya. Rasa bosan dengan rutinitas, gerak yang terbatas dan berbagai pembatasan sosial membuat kita mau tidak mau hidup dalam tatanan normal baru. Sangat disayangkan di tengah kemajuan informasi dan teknologi masih ada orang yang beranggapan apa yang dihadapi sebagai persoalan biasa. Kepatuhan yang mereka lakukan seperti mengenakan masker, cuci tangan dijalankan bila ada pengawasan. Jika tidak ada pengawas, kita cuek, tidak peduli bahkan menganggap bukan sebagai persoalan yang mesti disikapi. Jangan karena demi kepentingan dan keinginan kita bertindak konyol dan sesuka kita. Demikian juga sebagai pengikut Kristus, sekalipun kita meyakini telah mendapat keselamatan bukan berarti kita bertindak menurut keinginan kita karena merasa sebagai orang yang kebal hukuman. Bila kita tidak setia, maka kita mendapat kesulitan dan dihukum. Namun bila kita menyadari, menyesal dan mengaku dosa maka kita mendapat pengampunan. Hiduplah sebagai orang percaya yang sungguh-sungguh, jangan karena merasa diawasi sehingga kita bertindak dalam kepura-puraan. Selamat mensyukuri anugerah. SRS