Berbela rasa terhadap sahabat yang sedang bergumul berat dengan kehidupannya memang bukan perkara mudah. Tanpa disadari kita pun berusaha meringankan beban agar sahabat kita tidak melalui penderitaan dan kesulitan. Sebagai orang yang dekat dengan Yesus, Petrus menolak apa yang disampaikan Yesus mengenai penderitaan yang tidak lama lagi akan dialami dirinya. Penolakan tersebut mengungkapkan isi pikiran Petrus bahwa Yesus, Sang Mesias tidak sepantasnya mengalami penderitaan, dibunuh dan mati. Bagi Petrus, Yesus adalah Mesias yang akan menjadi raja yang berkuasa karena Ia orang yang dipilih dan diberkati Allah. Sepantasnya Mesias berada dalam kemuliaan dan tidak selayaknya menderita. Menurut Petrus, kedudukan dan kekuasaan yang tergenapi Yesus sebagai raja itulah yang akan menyelamatkan bangsanya. Petrus lupa karena jalan yang dipilih Yesus justru dalam rangka ketaatan-Nya untuk tunduk pada rencana dan kehendak Allah, bukan seperti yang dipikirkan Petrus.

Yesus menghendaki Petrus memikirkan apa yang dipikirkan Allah, bukan apa yang dipikir dan diharapkan manusia. Pikiran Allah tidak lain mewujudkan keadilan Allah bagi dunia dimana Allah memikirkan keslamatan dunia dan segala isinya yang telah dikuasai dosa. Penderitaan dan kematian Yesus merupakan jalan dan cara yang ditempuh sebagai wujud keadilan Allah. Sebagai sahabat bagi Petrus, sahabat bagi murid-murid-Nya dan sahabat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya, Yesus rela menanggung apa yang sebenarnya bukan bagiannya. Cara Allah menyelamatkan dunia dengan jalan membiarkan Anak-Nya yang tunggal mati disalibkan dan bangkit pada hari ketiga.

Sebagai sahabat Yesus, sudah seharusnya cara hidup lama dan pandangan Petrus yang berpusat pada diri sendiri diganti dengan memusatkan diri pada Yesus (teosentris) sehingga pikiran dan laku hidup berpusat kepada Allah. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. ”Hanya dengan cara demikian siapa pun yang menjadikan Yesus sebagai sahabat di dalam hidupnya tidak mengutamakan kepentingannya sendiri, sedia dan rela menderita dan teguh hati tanpa takut kehilangan nyawa. Kesediaan untuk menjadi sahabat Yesus berarti siapa pun yang telah memilih-Nya rela untuk menundukkan diri pada rencana dan kehendak Allah. (SRS)