SECERCAH PERJUMPAAN INJIL DAN BUDAYA DI SUKU DAYAK
Borneo adalah julukan untuk pulau Kalimantan sejak masa Hindia-Belanda. Secara politik wilayah Kalimantan dibagi atas dua golongan penduduk. Di daerah pesisir, hiduplah masyarakat yang disebut orang Melayu dan menganut agama Islam. Daerah pedalaman ditempati oleh masyarakat Dayak yang beragama suku (agama Kaharingan). Dalam hal kesukuan, masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa kelompok. Beberapa di antaranya adalah: Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak Benuaq, Suku Dayak Mali. Hampir setiap suku dan sub suku dalam masyarakat Dayak memiliki bahasanya masing-masing.
MASUKNYA KEKRISTENAN: PEKABARAN INJIL
Bangsa Eropa memulai penginjilannya di tempat ini sekitar abad ke-17, yaitu penginjilan oleh misi Katolik. Akan tetapi, misi ini berakhir karena terbunuhnya para penginjil yang mencoba masuk ke daerah pedalaman. Penginjilan dimulai kembali pada abad ke-19 (tahun 1830an), yaitu pada masa kekuasaan Hindia-Belanda. Pada masa itu, Pulau Kalimantan memang telah dikuasai oleh Belanda. Akan tetapi, struktur masyarkat, adat, dan kebudayaannya belum diperhatikan. Pulau Kalimantan sudah dikenal oleh beberapa Negara di Eropa. Pulau yang dihuni oleh beratus-ratus suku Dayak ini mengalami ketertinggalan dan keterbelakangan dari suku-suku pendatang lainnya, semuanya buta aksara dan belum mendengar berita Injil. Sementara itu, abad ke-19 dikenal sebagai abad pekabaran Injil di Eropa. Gereja-gereja aktif dalam usaha pekabaran Injil ke berbagai belahan dunia.
Dalam sidang umum badan pekabaran Injil tahun 1834, orang Kristen Protestan di Jerman memutuskan: mengambil tempat pekabaran Injil di Borneo, khususnya di antara Suku Dayak. Sebagai perintis, diutus Misionaris J.H. Barnstein dan Heyer. Mereka tiba di Batavia tanggal 13 Desember 1834. Selama beberapa bulan berurusan dengan Pemerintah, Missionaris Heyer terganggu kesehatannya lalu kembali ke Jerman. Misionaris J.H. Barnstein meneruskan perjalanannya menumpang perahu layar dari Jakarta selama 14 hari ke Banjarmasin. Dari Banjarmasin, Barnstein melakukan survey di pesisir Sungai Barito, Kahayan, Katingan, Mentaya, Pembuang dan seterusnya sampai ke sungai Kapuas Buhang. Setelah mengadakan survey, dia menetapkan tempat pangkalan pos pekabaran Injil di Banjarmasin. J.H. Barnstein masuk daerah suku Dayak yang jaraknya dekat dengan Banjarmasin. Tahap pertama, ia membuka pangkalan pekabaran Injil di Betabara pada tahun 1839-1840, dilayani Miss Berger; di Palingkau dilayani Misionaris Backer. Tahap kedua, tahun 1841 dibuka pos baru di desa Gohong dan di Bontoi / Penda Alai. Tahap ketiga, di daerah Dusun Timur tahun 1851 bertempat di Morotuwu (pangkalan pemberitaan Injil sepanjang Sungai Barito)dilayani oleh Missionaris L.E. Denninger. Tahap keempat, bertempat di Pulau Telo di Tanggohan dan di Pangkoh yang dilayani Missionaris E.E Hoffmesiter pada tahun 1855. Tahap kelima, pangkalan didirikan di Tamiang Layang oleh Missionaris J.C Klammer pada tanggal 20 Agustus 1857.
Pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu tidak ikut campur tangan dalam bidang kerohanian dan pendidikan rakyat. Karena sulitnya pekabaran Injil di antara Suku Dayak yang tuna aksara, maka para misionaris mengambil kebijaksanaan untuk mendirikan sekolah di tempatnya masing-masing. Berkat pertolongan Tuhan yang empunya Injil, maka sampai dengan tahun 1894 seluruhnya tercatat ada 400 orang murid sekolah. Namun, orang yang beralih menjadi Kristen sangatlah sedikit jumlahnya. Di daerah sungai Murung (Kuala Kapuas) tercatat 13 orang Kristen dan di daerah Dusun Timur, sampai dengan tahun 1857 tercatat 20 orang Kristen. Demikian hasil pekerjaan Pekabaran Injil selama 23 tahun diantara suku Dayak.
PERKEMBANGAN KEKRISTENAN DI SUKU DAYAK SAMPAI SEKARANG
Pada saat ini, pertumbuhan kekristenan di antara Suku Dayak terus berkembang di tengah pergumulan iman mereka ketika berjumpa dengan agama suku dan adat istiadat yang ada. Hal ini terbukti melalui kehadiran GKE (Gereja Kalimantan Evangelis) yang sudah ada sejak tahun 1935. Selain GKE, beberapa denominasi gereja yang jemaatnya beranggotakan orang-orang dari Suku Dayak juga bertumbuh di sana, misalnya GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat), GPDI (Gereja Pantekosta di Indonesia), GBI (gereja Bethel Indonesia). (RJT)
SUMBER: Beberapa Artikel dari Ineternet tentang Kekristenan di Suku Dayak dan Wilkipedia
Doa Bapa kami:
Bapa ikei hong sorga
Ikau bewei Hatalla je Tunggal.
Keleh Ikau inyembah tuntang ihormat.
Ikau bewei Rajan ikei.
Keleh Ikau marentah hunjun petak tuntang kahandakm imenda
kilau huang sorga.
Tenga ah andau toh panginan je imerlu ikei.
Ampun ikei bara kare kasalan ikei,
kilau ikei jari mampun oloh je basala dengan ikei.
Ela ah manalua ikei nihau kapercayan ikei hong katika ikei iningkes
tapi paliwus ikei bara kuasan taloh papa.
Ikau bewei Raja je kuasa tuntang hai tuntang katatahie.
Amen.